Paris Fashion Week adalah salah satu acara fashion terbesar di dunia. Selain Milan Fashion Week, Londok Fashion Week, dan juga New York Fashion Week, Paris Fashion Week menjadi perhelatan fashion terbesar. Paris Fashion Week sendiri sangat menarik perhatian karena memiliki adibusana dan juga teatrikalnya yang merupakan karya asli desainer dan rumah mode papan atas. Sebut saja diantaranya ada Chanel, Christian Dion, hingga Louis Vuitton.
Sejak dahulu Paris memang diklaim sebagai pusat mode dunia karena beberapa kotanya seperti kota Haute Couture, Whiring Atelier memiliki reputasi terhadap industry fashion dunia. Reputasi ini dibangun di atas warisan dan juga keanggunan yang sangat khusus.
Baca Juga: Kelebihan Kain Satin
Sejarah Singkat Terciptanya Peragaan Busana di Paris
Pada awal-awal mode di Paris lahir, desainer seperti Charles Worth (akhir abad 19) dan Paul Poiret (awal abad 20) mencoba peruntungannya dengan menampilkan hasil desain pakaian mereka di sebuah acara. Pada saat yang sama, Lady Duff-Gordon (salah satu desainer Lucile) melakukan hal yang sama di London.
Paul Poiret yang sangat dikenal dengan hasil desainnya yang mewah memutuskan untuk menggabungkan antara perdagangan dan sosialisasi. Pada saat itu dia membuat sebuah acara mewah di mana para undangan diminta untuk datang dengan pakaian terbaik mereka. Salah satu acara yang paling menarik perhatian adalah pesta The Thousand and Second Night pada 1911 silam. Di mana Paul Poiret saat itu menampilkan gaun-gaun lampshade dengan celana harem.
Baca Juga: Desainer Asal Cileungsi Ini Bakal Tampil di Paris Fashion Week
Pada 1920 dan 1930an, Paris menjadi rumah kaca bagi label-label besar. Mulai dari Coco Chanel hingga Elsa Schiaparelli dan Madeleine Vionnet. Show yang dibuat sudah tiak lagi besar, bahkan menjadi jauh lebih kecil dan juga lebih individual. Karena memang setiap rumah mode hanya mempresentasikan koleksi mereka di acara khusus yang dibuat hanya untuk klien. Bahkan fotografer pun dilarang masuk karena adanya kekhawatiran desain bisa dijiplak atau isu plagiarism.
Peragaan Busana ala Paris
Setelah Perang Dunia ke 2, peragaan busana di Paris menjadi lebih teratur. Pada 1945 silam, Chambre Syndicale de la Haute Coutue menetapkan bahwa semua rumah mode wajib menghadirkan setidaknya 35 look busana untuk day and night. Pakaian hanya akan tersedia berdasarkan pemesanan dengan proses fitting dan keseluruhan yang panjang.
Lalu di tahun 1943, Paris sempat merasa gugup dengan meningkatnya pengaruh industry fashion dari New York. Di mana memang perang telah mendorong dukungan desainer mereka yang berbasis di Amerika Serikat. Namun saat itu Prancis masih memiliki Christian Dior.
Kemudian pada tahun 1947, koleksi pertama Dior “Corolle” yang dihadiri oleh sejumlah besar pers fashion melakukan foto produk dengan izin untuk membantu mengatur ulang tren busana dengan siluet yang exaggerated atau berlebihan dengan menghilangkan pragmatisme kotak perang.
Tampilan anyar dari Dior ini seperti rok yang tebal dengan pinggang kecil dan juga feminitas yang disengaja. Selama beberapa tahun berikutnya, Dior pun ikut membantu dalam merubah garis dan juga bentuk pakaian perempuan. Dior kembali membangun suasana Paris bersama sosok-sosok besar lain seperti Hubert de Givency, Pierre Balmain, dan juga Jacques Fath.
Selanjutnya di tahun 1960an, nama lain yang mampu berjejer dengan Dior ada Yves Saint Laurent. Yves Saint Laurent ini merilis prêt-à-porter pada tahun 1966 silam, termasuk profuk fashion tuksedo yang sangat disukai.
Dengan deretan koleksi tersebut, Saint Laurent mengisyaratkan perubahan suasana lainnya, di mana fokusnya adalah pada anak-anak muda. Gagasan tersebut tercermin di dalam koleksi “Space Age” milik Pierre Cardin dan André Courrèges. Inilah era di mana lahirnya ready to wear.
Prancis dan New York, Adu Mode di Istana Versailles
Paris Fashion Week pertama dan resmi terjadi pada tahun 1973 silam dengan pembentukan Fédération Française de la Couture dan acara tersebut dibuka dengan Battle of Versailles Fashion Show. Show dan varian bsuana yang tampil membuat yang melihat seperti menyaksikan ketegangan bersejarah antara mode Paris dan New York. Diikuti oleh lima desainer terbesar Prancis dan juga lima orang asal Amerika yang tidak dikenal.
Acara ini juga merupakan penggalangan dana untuk merestorasi Istana Versailles yang menghadirkan Yves Saint Laurent, Emanuel Ungaro, Christian Dior yang saat itu dirancang oleh Marc Bohan, Pierre Cardin, dan Hubert de Givency dari tim Prancis. Mereka melawan Anne Klein, Halston, Oscar de la Renta, Bill Blass, dan Stephen Burrows yang menjadi wakil Amerika.
Dan secara mengejutkan, Prancis dengan show teatrikal, lalu model yang didominasi oleh orang Afrika-Amerika, dan penampilan Lisa Minnelli dapat ditemasa secara luas sebagai pemenangnya.
Perkembangan Paris Fashion Week
Sejak saat itu, PFW semakin berani untuk mengadakan show. Mulai dari Thierry Mugler yang ekstravaganza di Stadion Le Zenith dengan 6.000 penonton pada 1984. Hingga Jean Paul Gaultier dengan bra berbentuk kerucut yang debut di tahun yang sama dan terkenal karena dikenakan oleh Madonna untuk tur Blonde Ambition World 1990nya.
Kebangkitan Chanel di tangan seorang Karl Lagerfeld pada 1980an mampu menghasilkan banyak momen runway yang tidak terlupakan. Sedangkan gelombang desainer baru asal Jepang seperti Yohji Yamamoto dan Cmee Des Garcons berhasil melahirkan cara berpikir yang revolusioner dalam hal gaya.
Tahun 1990an, dunia fashion mode dipenuhi ekspor desainer Inggris ke Paris. Mulai dari John Galliano yang menjadi diretur artistic Dior pada tahun 1996 hingga Alexander McQueen di Givenchy pada tahun 1996-2001. Sedangkan baru-baru ini, tepatnya pada Juli 2019, Stella McCartney bergabung dengan grup mewah Prancis LVMH untuk meningkatkan pertaruhan dalam mode kelas atas yang berkelanjutan.
Paris Fashion Week Saat Ini
Tampilan Paris Fashion Week kini lebih dramatis dari sebelumnya. Dekorasi panggungnya dibuat khusus dan telah menjadi norma bagi banyak label sehingga Paris Fashion Week telah memiliki jalur runway seperti stasiun kereta api, supermarket, bandara, dan juga komidi putar.
Paris saat ini adalah kota yang berbeda dibandingkan kota tempat Paul Poiret mengadakan tarian lebih dari 10 tahun yang lalu. Namun tetap saja, teatrikal khas Paris tidak akan pernah dilupakan.
Sistem Penyelenggaraan Paris Fashion Week
Fédération de la Haute Couture et de la Mode mengoordinasi dan juga berusaha untuk membuat pagelaran Paris Fashion Week lebih baik setiap tahunnya. Federasi ini akan menghubungi kota lain seperti Milan, London, dan New York untuk menjamin koherensi internasional dan tetap menjadi tuas pengembangan yang melayani label-label terkait.
Fédération de la Haute Couture et de la Mode juga memberikan dukungan logistic kepada label yang menjadi anggota dan tamu dengan menegosiasikan ruang pameran, biaya SACEM, dan mewarkan dukungan keuangan untuk show (DEFI).
Jajaran Fédération de la Haute Couture et de la Mode
Komite Eksekutif
Komite Eksekutif adalah bagian yang membuat keputusan Federasi. Komite ini dikelola oleh 6 anggota yang terdiri dari 2 anggota sah (Presiden dan Wakil Presiden Eksekutif), dan juga 4 anggota yang dipilih oleh dewan pengurus. Berikut di bawah ini daftarnya.
- Ralph Toledano, Presiden Fédération de la Haute Couture
- Francesca Bellettini, Presiden dan Chief Executive Officer, Saint Laurent
- Guillaume de Seynes, Wakil Presiden Eksekutif Eksekutif, Hermes International
- Bruno Pavlovsky, Presiden Fashion, Chanel
- Sidney Toledano, Chairman & CEO LVMH Fashion Group
- Pascal Morand, Presiden Eksekutif, Fédération de la Haute Couture
Dewan Direksi
Dewan Direksi sendiri ada 16 anggota, untuk mengetahui nama-namanya silakan simak di bawah ini.
Ralph Toledano (President), Arnaud Bazin (Lanvin), Pietro Beccari (Christian Dior), Francesca Bellettini (Saint Laurent), Etienne Bourgois (Agnès b.), Michael Burke (Louis Vuitton), Cédric Charbit (Balenciaga), Anouck Duranteau-Loeper (Isabel Marant), Elsa Lanzo (Rick Owens), Bruno Pavlovsky (Chanel), Nicolas Santi-Weil (Ami), Guillaume de Seynes (Hermès), Sidney Toledano (Givenchy/LVMH Fashion Group), Daniel Tribouillard (Leonard), Vincent Vantomme (Dries Van Noten).